Cikang
Restaurant, sekilas saya pernah mendengar nama
itu. Nama yang terdengar etnik kalau menurut saya mah. Jadi saya menduga bahwa
tempat makan ini menyajikan masakan dari daerah tertentu. Minggu, 6 Maret 2016
saya mendapat kesempatan untuk mengenal restaurant yang berlokasi di kawasan
Menteng. Di dekat RB Bunda, dimana kedua orang keponakan saya dilahirkan di
rumah sakit ini. 3 tahun lalu saya juga sempat mondar mandir ke unit
infertilitas-nya untuk “study khusus”, yang ternyata bagian dari rumah sakit
ini berada tepat diseberang Cikang Resto.
|
Dari luar resto tampak modern minimalis tetapi tetap ada unsur Sumatera Barat |
Informasi
lebih lanjut bahwa Cikang Resto merupakan tempat makan yang menyajikan masakan
dari daerah Sumatera Barat, dengan istilah lebih spesifik lagi adalah masakan Padang Peranakan. Cerita dan legenda
Padang Peranakan berawal sejak zaman kolonial Belanda dan kota tua China yang
berada di salah 1 suburb di Padang
Sumatera Barat bernama Pondok. Dimana disana terdapat banyak kedai kopi yang
seringkali dikunjungi oleh orang-orang China,Arab dan India selain orang
pribumi. Menu yang tersedia di Cikang
merupakan menu yang biasa disajikan di aneka kedai kopi (Kopitiam) di
kawasan Pondok Sumatera Barat. Kata Cikang berasal dari salah satu pemilik
kedai kopi yang ada di kawasan tersebut, Lee Chie Kwang.
Mengusung
tagline “The Untold Story of Padang” owner Cikang, yakni sepasang suami
istri bernama dr.Ivan Sini (Ternyata
beliau dokter kandungan spesialis bayi tabung) bersama istrinya memiliki
keinginan membuka cafe saat kembali ke Indonesia. Sebelumnya mereka tinggal di
Australia selama 10 tahun, sehingga akhirnya mereka membuka usaha kuliner yang
bukan sekedar cafe yang menyajikan kopi. Siang dipandu oleh Mas Arie Parikesit, Founder Kelana Rasa
mereka bercerita tentang seluk beluk hingga Cikang Resto beroperasi. Berbagai
kisah yang unik dipaparkan kepada kami, para pecinta kuliner, media,
blogger,vlogger yang sangat antusias mengetahui cerita dan sejarah Cikang.
Beneran deh, menurut saya pribadi tagline “Cikang : The Untold Story of Padang”-nya
sangat mengena! Beruntung siang itu kami mendapatkan cerita lain tentang rumah
makan Padang.
|
Kopi Cikang dan Snack Singkong dihidangkan sambil menanti tamu yang lainnya. Kopi Cikang biji kopinya berasal dari Solok Sumatera Barat. Rasanya gurih sedap, tidak pahit, saya hanya menambahkan 1 sachet brown sugar. Cangkir yang digunakan untuk kopi juga memiliki cerita tersendiri. |
|
Saya
peserta yang pertama kali datang. Mas Arie telah terlihat duduk di salah satu
sudut space acara diselenggarakan. Ketika saya menanyakan sistem sajian
makanannya, Mas Arie mengatakan bahwa menu Ala
Carte adalah sistem penyajian yang
ditawarkan oleh Cikang. Saya manggut-manggut, terkibaslah bayangan pelayan
rumah makan Padang yang membawakan piring-piring tersusun berisikan lauk pauk.
Ketika saya masih kecil beginilah wajah rumah makan Padang hingga membuat saya
terkagum-kagum melihat para pelayan itu membawa piring-piring tersusun sangat
tinggi. Bisa sampai belasan piring tersusun di satu tangan mereka, laksana
pemain akrobat.
Setelah
pemilik Cikang Resto menceritakan latar dan sejarah seluk beluk berdirinya
resto, plus cerita tentang sejarah menu yang ada – Mas Arie memanggil seorang
Chef yang memang telah siap melakukan demo memasak. Menu yang dimasak siang itu
adalah Mie Alang Lawe.
|
Mie Alang Lawe |
Kami
dibagikan resep masakan tersebut, siap mempraktekkannya di rumah di waktu
senggang. Nambah pinter deh nih, makanya jangan Cuma pinter masak mie instan ;p
Kami yang hadir di sana langsung mencicipi menu tersebut pada bowl kecil yang disajikan oleh petugas
rumah makan. Penampakan Mie Alang Lawe seperti Mie Aceh, tetapi rasa berbeda
kok. Bahan yang terdapat dan masih terlihat di Mie Alang Lawe adalah : Mie
kuning (pastinya), Ceisin, Daun Bawang, daging has yang sudah dipotong dengan
ukuran 2x1 cm serta irisan wortel kecil tipis. Sebenarnya saya lebih menyukai
apabila memasaknya tanpa menggunakan bumbu penyedap (MSG) dan kaldu sapi
kemasan yang juga tertulis di resep, karena saya yakin dengan hanya memberikan
bumbu alami yang terdiri dari cabe giling,bawang putih dan bawang
merah,garam,merica,gula,minyak goreng dan telur makanan ini sudah kuat rasa
gurihnya. Tapi ini masalah selera ya, jika kalian suka dengan rasa umami
diantara kelezatan makanan maka silakan tambahkan bumbu penguat rasa tersebut.
|
Gulai Paku/Pakis |
Menu
berikutnya yang dihidangkan kepada kami adalah : Gulai Paku. Iya, daun paku atau daun pakis yang dulu dipelihara Ibu
saya di beberapa pot ketika saya masih SD. Ketika itu Ibu pernah mengatakan
bahwa daun pakis oleh beberapa masyarakat enak untuk di masak menjadi lauk
sayur. Ternyata baru 20 tahunan kemudian saya membuktikan dan makan langsung
daun pakis ini, dan saya doyan tuh daun pakis yang di Cikang dimasak dengan
menggunakan kuah kari. Macam makan lontong sayur dengan sayuran dari daun
pakis.
|
Lamang Tapai |
Sebagai
makanan penutup (dessert) kami dihidangkan Lamang
Tapai yang merupakan kegemaran saya sejak dulu. Sekarang jarang,atau bahkan
sudah tidak ada rumah makan yang menyediakan makanan penutup ini. Paling-paling
biasanya di tempat lain tape ketan dijadikan minuman “Es Tape”.
Walaupun
bukan berasal dari Sumatera Barat, namun almarhum Ayah saya menggemari masakan
Padang. Jenis masakan Padang memang sangat beragam, lihat saja rumah makan
Padang sejak dulu, tetapi ternyata keberagaman jenis masakan Padang lebih
banyak lagi. Ternyata-nya lagi saya belum mengenal cerita atau sejarah dari
masing-masing masakan/makanan tersebut. Misalkan Rendang yang umumnya
masyarakat awam hanya mengenal Rendang Daging Sapi , padahal berbagai jenis
rendang terdapat di bumi Minang – bahkan mencapai 30 jenis rendang, ada rendang
ayam/telor,dll. Iya tuh, Rendang Telor pernah hitz 2 tahun lalu di online
shop,tapi kenapa sekarang jarang kelihatan lagi ya?
Nah di Cikang kita bisa menemukan cerita lain tentang kuliner Padang :)
Yang
parah sih tentang pengetahuan saya terhadap Sate Padang. Maklum, selama ini
saya kalau membeli sate tersebut hanya menyebutkan sate Padang tanpa spesifik
menyebutkan asal daerah dan ciri khas bumbu lainnya. Siang itu akhirnya saya
mendapat wawasan baru tentang Sate Padang, njawab pertanyaan Mas Arie yang
jawabannya dapat bocoran dari Mbak Ika...hehehe....*Thanks,Mbak atas bantuannya.
Thanks,Mas Arie untuk voucher Rp 200.000 makan lagi di Cikang Resto. Semoga
minggu depan bersama teman bisa datang dan menikmati Sate Padang ala Cikang
yang ada cakwe-nya. Selain itu saya juga akan melahap Soto Padang Simpang Kinol. Jadi penasaran, jangan-jangan Soto
Padang juga berbeda-beda setiap daerah di Sumatera Barat. Kalau mau makan mixed
rice alias nasi dengan lauk pauk bisa memesan : Nasi Uci (Ayam Bakar) dan Nasi
Angku (Rendang Beef)
Yaa,pastinya
saya akan kembali ke Cikang Resto untuk menikmati sekaligus menambah cerita
tentang sejarah makanan Padang yang ada di sana. Ternyata sangat seru menambah
wawasan dan pengetahuan tentang kuliner – nggak sekedar memanjakan lidah dan
mengenyangkan perut loh!
Harga Makanan per-6 Maret 2016 :
(Maaf, saya tidak mengecheck soal tax. Jadi ini harga di daftar menu ya :D)
Mie
Alang Lawe - 55K
Gulai
Paku - 30K
Soto
Padang Simpang Kinol - 45K
Lamang
Tapai - 25K
Nasi
Uci dan Nasi Angku – 90K
Alamat Cikang Coffee & Resto
Graha Anam, Ground Floore
Jln.Teuku Cik Ditiro 11
Menteng - Jakarta Pusat
Telp. 021-3906110