Showing posts with label Menteng. Show all posts
Showing posts with label Menteng. Show all posts

Tuesday, March 15, 2016

Resto Padang Peranakan : Cikang, The Untold Story of Padang


Cikang Restaurant, sekilas saya pernah mendengar nama itu. Nama yang terdengar etnik kalau menurut saya mah. Jadi saya menduga bahwa tempat makan ini menyajikan masakan dari daerah tertentu. Minggu, 6 Maret 2016 saya mendapat kesempatan untuk mengenal restaurant yang berlokasi di kawasan Menteng. Di dekat RB Bunda, dimana kedua orang keponakan saya dilahirkan di rumah sakit ini. 3 tahun lalu saya juga sempat mondar mandir ke unit infertilitas-nya untuk “study khusus”, yang ternyata bagian dari rumah sakit ini berada tepat diseberang Cikang Resto.

Dari luar resto tampak modern minimalis tetapi tetap ada unsur Sumatera Barat
Informasi lebih lanjut bahwa Cikang Resto merupakan tempat makan yang menyajikan masakan dari daerah Sumatera Barat, dengan istilah lebih spesifik lagi adalah masakan Padang Peranakan. Cerita dan legenda Padang Peranakan berawal sejak zaman kolonial Belanda dan kota tua China yang berada di salah 1 suburb di Padang Sumatera Barat bernama Pondok. Dimana disana terdapat banyak kedai kopi yang seringkali dikunjungi oleh orang-orang China,Arab dan India selain orang pribumi.  Menu yang tersedia di Cikang merupakan menu yang biasa disajikan di aneka kedai kopi (Kopitiam) di kawasan Pondok Sumatera Barat. Kata Cikang berasal dari salah satu pemilik kedai kopi yang ada di kawasan tersebut, Lee Chie Kwang.
Mengusung tagline “The Untold Story of Padang” owner Cikang, yakni sepasang suami istri bernama dr.Ivan Sini (Ternyata beliau dokter kandungan spesialis bayi tabung) bersama istrinya memiliki keinginan membuka cafe saat kembali ke Indonesia. Sebelumnya mereka tinggal di Australia selama 10 tahun, sehingga akhirnya mereka membuka usaha kuliner yang bukan sekedar cafe yang menyajikan kopi. Siang dipandu oleh Mas Arie Parikesit, Founder Kelana Rasa mereka bercerita tentang seluk beluk hingga Cikang Resto beroperasi. Berbagai kisah yang unik dipaparkan kepada kami, para pecinta kuliner, media, blogger,vlogger yang sangat antusias mengetahui cerita dan sejarah Cikang. Beneran deh, menurut saya pribadi tagline “Cikang : The Untold Story of Padang”-nya sangat mengena! Beruntung siang itu kami mendapatkan cerita lain tentang rumah makan Padang.

Kopi Cikang dan Snack Singkong dihidangkan sambil menanti tamu yang lainnya. Kopi Cikang biji kopinya berasal dari Solok Sumatera Barat. Rasanya gurih sedap, tidak pahit, saya hanya menambahkan 1 sachet brown sugar. Cangkir yang digunakan untuk kopi juga memiliki cerita tersendiri.
Saya peserta yang pertama kali datang. Mas Arie telah terlihat duduk di salah satu sudut space acara diselenggarakan. Ketika saya menanyakan sistem sajian makanannya, Mas Arie mengatakan bahwa menu Ala Carte  adalah sistem penyajian yang ditawarkan oleh Cikang. Saya manggut-manggut, terkibaslah bayangan pelayan rumah makan Padang yang membawakan piring-piring tersusun berisikan lauk pauk. Ketika saya masih kecil beginilah wajah rumah makan Padang hingga membuat saya terkagum-kagum melihat para pelayan itu membawa piring-piring tersusun sangat tinggi. Bisa sampai belasan piring tersusun di satu tangan mereka, laksana pemain akrobat.
Setelah pemilik Cikang Resto menceritakan latar dan sejarah seluk beluk berdirinya resto, plus cerita tentang sejarah menu yang ada – Mas Arie memanggil seorang Chef yang memang telah siap melakukan demo memasak. Menu yang dimasak siang itu adalah Mie Alang Lawe.

Mie Alang Lawe
Kami dibagikan resep masakan tersebut, siap mempraktekkannya di rumah di waktu senggang. Nambah pinter deh nih, makanya jangan Cuma pinter masak mie instan ;p Kami yang hadir di sana langsung mencicipi menu tersebut pada bowl kecil yang disajikan oleh petugas rumah makan. Penampakan Mie Alang Lawe seperti Mie Aceh, tetapi rasa berbeda kok. Bahan yang terdapat dan masih terlihat di Mie Alang Lawe adalah : Mie kuning (pastinya), Ceisin, Daun Bawang, daging has yang sudah dipotong dengan ukuran 2x1 cm serta irisan wortel kecil tipis. Sebenarnya saya lebih menyukai apabila memasaknya tanpa menggunakan bumbu penyedap (MSG) dan kaldu sapi kemasan yang juga tertulis di resep, karena saya yakin dengan hanya memberikan bumbu alami yang terdiri dari cabe giling,bawang putih dan bawang merah,garam,merica,gula,minyak goreng dan telur makanan ini sudah kuat rasa gurihnya. Tapi ini masalah selera ya, jika kalian suka dengan rasa umami diantara kelezatan makanan maka silakan tambahkan bumbu penguat rasa tersebut. 

Gulai Paku/Pakis
Menu berikutnya yang dihidangkan kepada kami adalah : Gulai Paku. Iya, daun paku atau daun pakis yang dulu dipelihara Ibu saya di beberapa pot ketika saya masih SD. Ketika itu Ibu pernah mengatakan bahwa daun pakis oleh beberapa masyarakat enak untuk di masak menjadi lauk sayur. Ternyata baru 20 tahunan kemudian saya membuktikan dan makan langsung daun pakis ini, dan saya doyan tuh daun pakis yang di Cikang dimasak dengan menggunakan kuah kari. Macam makan lontong sayur dengan sayuran dari daun pakis.
Lamang Tapai
Sebagai makanan penutup (dessert) kami dihidangkan Lamang Tapai yang merupakan kegemaran saya sejak dulu. Sekarang jarang,atau bahkan sudah tidak ada rumah makan yang menyediakan makanan penutup ini. Paling-paling biasanya di tempat lain tape ketan dijadikan minuman “Es Tape”.
Walaupun bukan berasal dari Sumatera Barat, namun almarhum Ayah saya menggemari masakan Padang. Jenis masakan Padang memang sangat beragam, lihat saja rumah makan Padang sejak dulu, tetapi ternyata keberagaman jenis masakan Padang lebih banyak lagi. Ternyata-nya lagi saya belum mengenal cerita atau sejarah dari masing-masing masakan/makanan tersebut. Misalkan Rendang yang umumnya masyarakat awam hanya mengenal Rendang Daging Sapi , padahal berbagai jenis rendang terdapat di bumi Minang – bahkan mencapai 30 jenis rendang, ada rendang ayam/telor,dll. Iya tuh, Rendang Telor pernah hitz 2 tahun lalu di online shop,tapi kenapa sekarang jarang kelihatan lagi ya?
Nah di Cikang kita bisa menemukan cerita lain tentang kuliner Padang :)
Yang parah sih tentang pengetahuan saya terhadap Sate Padang. Maklum, selama ini saya kalau membeli sate tersebut hanya menyebutkan sate Padang tanpa spesifik menyebutkan asal daerah dan ciri khas bumbu lainnya. Siang itu akhirnya saya mendapat wawasan baru tentang Sate Padang, njawab pertanyaan Mas Arie yang jawabannya dapat bocoran dari Mbak Ika...hehehe....*Thanks,Mbak atas bantuannya. Thanks,Mas Arie untuk voucher Rp 200.000 makan lagi di Cikang Resto. Semoga minggu depan bersama teman bisa datang dan menikmati Sate Padang ala Cikang yang ada cakwe-nya. Selain itu saya juga akan melahap Soto Padang Simpang Kinol. Jadi penasaran, jangan-jangan Soto Padang juga berbeda-beda setiap daerah di Sumatera Barat. Kalau mau makan mixed rice alias nasi dengan lauk pauk bisa memesan : Nasi Uci (Ayam Bakar) dan Nasi Angku (Rendang Beef)

Yaa,pastinya saya akan kembali ke Cikang Resto untuk menikmati sekaligus menambah cerita tentang sejarah makanan Padang yang ada di sana. Ternyata sangat seru menambah wawasan dan pengetahuan tentang kuliner – nggak sekedar memanjakan lidah dan mengenyangkan perut loh!
Harga Makanan per-6 Maret 2016 : 
(Maaf, saya tidak mengecheck soal tax. Jadi ini harga di daftar menu ya :D)
Mie Alang Lawe  -  55K
Gulai Paku  - 30K
Soto Padang Simpang Kinol -  45K
Lamang Tapai  - 25K
Nasi Uci dan Nasi Angku  – 90K

Alamat Cikang Coffee & Resto
Graha Anam, Ground Floore
Jln.Teuku Cik Ditiro 11
Menteng - Jakarta Pusat
Telp. 021-3906110

Monday, September 17, 2012

Tesate : Minimalis Berbumbu Traditional

Diajak Mbak Wien yang ingin berbuka puasa Syawal-nya pada tanggal 30 Agustus 2012, kami berenam (Saya, Mbak Wien,Arum,Kany,Gege en Dian) dinner Maghrib di Tesate Menteng. Mbak Wien dan Gege berangkat dari kantor mereka dengan menggunakan APV (Mbak Wien meninggalkan Honda Jazz di kantornya...hehe...Sering gini nih kejadian di keluarga besar kami.Apalagi Mbak Lien yang kalau ditengah jalan macet, mobil langsung diparkir di suatu tempat dan beliau lanjut dengan kendaraan umum. Seringkali juga pergi dengan mengendarai mobil, pulangnya ikutan mobil kantor...Untung deh security-nya sudah kenal baik :D). Sore itu saya, Dian, Arum dan Kany justru berangkat naik taksi, titik point di Gramedia Matraman. Kebayang gak kalau kami juga bawa mobil juga? Hahaha...bingung mau ninggalnya dimana tuh mobil...:p

SUASANA
Ketika kami tiba di Tesate langit masih terang. Lokasi Tesate di hoek persimpangan Jl.Sam Ratulangi - Jl.HOS Cokroaminoto dan Jl.Gereja Theresia sangat mudah terlihat. Tepat juga di depan SPBU. Ruangan resto-nya boleh dikatakan semi outdoor karena pengunjung dapat dilihat dengan mudah dari jalanan. Pintu dan jendela kaca yang besar terbuka semua , ventilasi udara-nya sangat baik, dan untungnya sih walaupun daerah tersebut banyak dilalui kendaraan bermotor namun nggak berdebu atau berisik. Tenang dan sejuk di tengah kota. Atau karena kami datang di sore hari ya? hehe...

Begitu menapaki di jalan masuk Kany berkomentar,"Kayak di Bali deh...". Yup, di kanan kiri jalan setapak terdapat taburan bunga mawar merah dan putih berikut lilin kecil yang berpijar. Memasuki ruangan yang terbuka lebar yang terasa adalah suasana bersih. Awalnya interior terkesan seperti cafe modern minimalis, tetapi begitu diperhatikan akan terlihat jelas traditional dominan Jawa. Pertama lihat saja ke kap lampu-nya yang ternyata bertuliskan huruf Sansekerta.Hihihi, Ibu saya tuh yang masih bisa baca huruf seperti itu :D Di salah 1 sisi ruangan juga terdapat perangkat mini gamelan (Hiiii...pengen punya juga deh saya di rumah!)

Di lantai bawah juga tersedia meja dan kursi yang dapat digunakan untuk meeting atau private room

MAKANAN
Karena nama resto-nya Tesate, maka kami memilih menu utama SATE dong...:) Walaupun banyak menu pilihan lainnya terutama khas Jawa yang tertulis dalam menu tersebut.
Untuk tasty snack kakak saya memesan Klapper Taart sebagai tajilan berbuka puasa. Kali ini saya sedang ingin makan Nasi Merah bersama si sate, bukan dengan lontong seperti biasanya.


Pesanan Gege : Coklat Panas

Saat itu saya memilih menu SATE BLORA ,special request saya memesan tanpa kulit ayam. Jadi sate tersebut terdiri dari daging ayam dan telor ayam muda.


Gege memilih SATE PONOROGO.


Sedangkan Arum dan ibu-nya memilih SATE MADURA.


Keren banget ya Indonesia...itu baru dari sebagian kecil Jawa saja kami dalam 1 meja bisa menyantap 3 sate dengan kekhas-an daerah masing-masing. Padahal masih buaaanyaak sate khas daerah di Indonesia lainnya.
Oh ya, Arum juga memesan SATE BEBEK yang ada semacam sayur nangka tapi bukan gudeg.


PELAYANAN
Kalau soal pelayanan oke banget kok. Jarak antara meja dengan tempat petugasnya standby sangat dekat sehingga jika kita memerlukan sesuatu nggak pakai teriak-teriak... :D